Batu mawar
Batu langit
Batu duka
Batu rindu
Batu jarum
Batu bisu
Kaukah itu
Teka teki yang tak
menepati janji?
Dengan seribu gunung langit tak runtuh
Dengan seribu perawan hati tak jatuh
Dengan seribu sibuk sepi tak mati
Dengan seribu beringin ingin tak teduh
Dengan siapa
aku mengeluh?
Mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampai
Mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai
Mengapa peluk diketatkan sedang hati tak sampai
Mengapa tangan melambai sedang lambai tak sampai. Kau tahu?
Batu risau
Batu pukau
Batu Kau-ku
Batu sepi
Batu ngilu
Batu bisu
Kaukah itu?
Teka teki yang tak
menepati janji?
A.
Struktur
Lahir
1.
Tipografi
Perwajahan puisi berupa baris-baris yang
tidak memenuhi permukaan kertas. Penyusunan baris teratur, berawal dari batas
kiri dan setiap larik diawali dengan
huruf kapital.
2.
Diksi (Pilihan Kata)
Diksi yang digunakan penyair dalam
puisi “Batu” nampaknya benar-benar pikirkan dan dipilih, sehingga kata yang
digunakan padat dan kaya akan nuansa makna, serta mampu mengembangkan dan
mempengaruhi daya imajinasi pembaca. Ditambah lagi, pemilihan kata yang
digunakan bukanlah arti sebenarnya.
3.
Pengimajian (citraan)
a.
Citra penglihatan
Dengan
seribu gunung hati tak runtuh
Dengan
seribu beringin ingin tak teduh
b.
Citra pendengaran
Mengapa gunung harus meletus
Sedang langit tak sampai
c.
Citra perasaan
Dengan seribu perawan hati tak jauh
Dengan siapa aku mengeluh
4.
Kata-Kata Konkret
Batu mawar
Teka teki yang tak
menepati janji?
Dengan seribu perawan hati tak jatuh
Dengan seribu sibuk sepi tak mati
Dengan seribu beringin ingin tak teduh
5.
Bahasa Figuratif (Majas)
a. Personifikasi
Batu duka
Batu rindu
Batu bisu
b. Perumpamaan
epos
perbandingan
yang dilanjutkan atau diperpanjang yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan
sifat-sifat pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat atau frase berturut-turut
Dengan
seribu gunung
Langit tak runtuh
c. Metafora
Mengapa
jam harus berdenyut
Sedang
darah tak sampi
d. Sinekdos pada umumnya dengan menyebut bagian sebagai keseluruhan atau keseluruhan
untuk menyebut bagian. Sinekdos ini membuat lukisan langsung pada hakikatnya
yang ditunjuk atau pada pusat perhatian. Begitulah sinekdos yang dipergunakan
oleh Sutardji. Pada umumnya sinekdos yang terdapat dalam sajaknya adalah pars
pro toto atau bagian untuk keseluruhan. Pada bait:
dengan seribu gunung langit tak runtuh
dengan seribu perawan hati tak jatuh
dengan seribu sibuk sepi tak mati
dengan seribu beringin ingin tak teduh
Dengan siapa
aku mengeluh?
mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampai
mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai
mengapa peluk diketatkan sedang hati tak sampai
mengapa tangan melambai sedang lambai tak sampai. Kau tahu?
Analisis: Seribu gunung, perawan, sibuk, beringin, adalah pars pro toto.
5. Verifikasi (rima, ritme dan metrum)
- Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi.
Pada bait:
dengan seribu
gunung
langit tak
runtuh
dengan seribu perawan
hati tak jatuh
Analisis: pada puisi ini banyak
pengulangan bunyi yang diucapkan seperti contoh kuitpan diatas yang memiliki
bunyi yang sama diulang kembali.
- Ritme adalah pengulngan bunyi, kata, dan
kalimat. Pada bait:
Dengan seribu gunung langit tak
runtuh
Dengan seribu perawan hati tak
jauh
Dengan seribu beringin ingin tak
teduh
Analisis: Jelas pada bait diatas
terdapat pengulangan bunyi uh diakhir kalimat,
pengulangan kata dengan seribu pada kalimat awal,
tetapi tidak ada pengulangan kalimat.
- Metrum adalah pengulangan tekanan kata
yang tetap/irama yang tetap menurut pola tertentu. Pada bait:
Mengapa jam harus berdenyut sedang
darah tak sampai
Mengapa gunung harus meletus
sedang langit tak sampai
Analisis:
terdapat pengulangan tekanan kata.
6. Sarana retorika
Untuk
mendapatkan intensitas dan ekspresivitas, Sutardji menggunakan sarana retorika
juga. Sarana retorika yang paling menonjol dalam sajak-sajaknya ialah ulangan.
Ulangan-ulangan dalam sajak Sutardji bermacam-macam. Namun, semuanya itu
hampir berupa ulangan yang berlebih-lebihan. Ulangan ituberupa ulangan suku
kata, kata, frase, dan kalimat. Yang terbanyak adalah ulangan pola kalimat yang
berupa persetujuan (paralelisme) atau juga penjumlahan pada
bait:
batu mawar
batu langit
batu duka
batu rindu
batu jarum
batu bisu
Analisis: Pada sajak “Batu”, dapat kita lihat pengulangan kata batu di
posisi awal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar