Minggu, 20 November 2016

Analisis Puisi Sutardji Colzoum Bachri- Batu



Batu mawar
Batu langit
Batu duka
Batu rindu
Batu jarum
Batu bisu
Kaukah itu
Teka teki yang tak menepati janji?
Dengan seribu gunung langit tak runtuh
Dengan seribu perawan hati tak jatuh
Dengan seribu sibuk sepi tak mati
Dengan seribu beringin ingin tak teduh
Dengan siapa aku mengeluh?
Mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampai
Mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai
Mengapa peluk diketatkan sedang hati tak sampai
Mengapa tangan melambai sedang lambai tak sampai. Kau tahu?
Batu risau
Batu pukau
Batu Kau-ku
Batu sepi
Batu ngilu
Batu bisu
Kaukah itu?
Teka teki yang tak menepati janji?

A.    Struktur Lahir
1.      Tipografi
Perwajahan puisi berupa baris-baris yang tidak memenuhi permukaan kertas. Penyusunan baris teratur, berawal dari batas kiri  dan setiap larik diawali dengan huruf kapital.

2.      Diksi (Pilihan Kata)
Diksi yang digunakan penyair dalam puisi “Batu” nampaknya benar-benar pikirkan dan dipilih, sehingga kata yang digunakan padat dan kaya akan nuansa makna, serta mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca. Ditambah lagi, pemilihan kata yang digunakan bukanlah arti sebenarnya.

3.      Pengimajian (citraan)
a.       Citra penglihatan
Dengan seribu gunung hati tak runtuh
Dengan seribu beringin ingin tak teduh
b.      Citra pendengaran
Mengapa gunung harus meletus
Sedang langit tak sampai
c.       Citra perasaan
Dengan seribu perawan hati tak jauh
Dengan siapa aku mengeluh

4.      Kata-Kata Konkret
Batu mawar
Teka teki yang tak menepati janji?
Dengan seribu perawan hati tak jatuh
Dengan seribu sibuk sepi tak mati
Dengan seribu beringin ingin tak teduh

5.      Bahasa Figuratif (Majas)
a.       Personifikasi
Batu duka
Batu rindu
 Batu bisu
b.      Perumpamaan epos
perbandingan yang dilanjutkan atau diperpanjang yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat atau frase berturut-turut
Dengan seribu gunung
Langit tak runtuh
c.       Metafora 
Mengapa jam harus berdenyut
Sedang darah tak sampi
d.      Sinekdos pada umumnya dengan menyebut bagian sebagai keseluruhan atau keseluruhan untuk menyebut bagian. Sinekdos ini membuat lukisan langsung pada hakikatnya yang ditunjuk atau pada pusat perhatian. Begitulah sinekdos yang dipergunakan oleh Sutardji. Pada umumnya sinekdos yang terdapat dalam sajaknya adalah pars pro toto atau bagian untuk keseluruhan. Pada bait:
dengan seribu gunung langit tak runtuh
dengan seribu perawan hati tak jatuh
dengan seribu sibuk sepi tak mati
dengan seribu beringin ingin tak teduh
Dengan siapa aku mengeluh?
mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampai
mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai
mengapa peluk diketatkan sedang hati tak sampai
mengapa tangan melambai sedang lambai tak sampai. Kau tahu?
Analisis: Seribu gunung, perawan, sibuk, beringin, adalah pars pro toto.

5.      Verifikasi (rima, ritme dan metrum)
-          Rima adalah pengulangan bunyi dalam puisi. Pada bait:
dengan seribu gunung
langit tak runtuh
dengan seribu perawan
hati tak jatuh
Analisis: pada puisi ini banyak pengulangan bunyi yang diucapkan seperti contoh kuitpan diatas yang memiliki bunyi yang sama diulang kembali.
-          Ritme adalah pengulngan bunyi, kata, dan kalimat. Pada bait:
Dengan seribu gunung langit tak runtuh
Dengan seribu perawan hati tak jauh
Dengan seribu beringin ingin tak teduh
Analisis: Jelas pada bait diatas terdapat pengulangan bunyi uh diakhir kalimat, pengulangan kata dengan seribu pada kalimat awal, tetapi tidak ada pengulangan kalimat.
-          Metrum adalah pengulangan tekanan kata yang tetap/irama yang tetap menurut pola tertentu. Pada bait:
Mengapa jam harus berdenyut sedang darah tak sampai
Mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai
            Analisis: terdapat pengulangan tekanan kata.

6.      Sarana retorika
Untuk mendapatkan intensitas dan ekspresivitas, Sutardji menggunakan sarana retorika juga. Sarana retorika yang paling menonjol dalam sajak-sajaknya ialah ulangan.
Ulangan-ulangan dalam sajak Sutardji bermacam-macam. Namun, semuanya itu hampir berupa ulangan yang berlebih-lebihan. Ulangan ituberupa ulangan suku kata, kata, frase, dan kalimat. Yang terbanyak adalah ulangan pola kalimat yang berupa persetujuan (paralelisme) atau juga penjumlahan pada bait:
batu mawar
batu langit
batu duka
batu rindu
batu jarum
batu bisu
Analisis: Pada sajak “Batu”, dapat kita lihat pengulangan kata batu di posisi awal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar