Kami
Tuhan, Kalian Bukan!
Pagi ini langit cerah,
seperti biasanya Aku duduk di koridor kampus ditemani benda persegi empat yang
orang sering sebut laptop. Benda tersebut menjadi teman setia ku setiap harinya
kemana pun dan dimana pun. Benda itu bukan teman yang dapat ku ajak bercengkrama akan
tetapi benda tersebut mampu mengisi di
segala jenis situasi.
Pagi ini ada hal yang
cukup menerik perhatianku. Tepat di depan ku terlihat seorang laki-laki
seusiaku yang sibuk bermain dengan benda kecil ditanganya. Ia terlihat begitu
serius dengan mainannya. Bukan terkait apa yang ia lakukan tetapi ketika ia
tengah asyik brmain tiba-tiba seorang pria paruh baya menegurnya “Hei nak, saya
tanya apa fungsi kursi? Untuk duduk bukan? Kenapa kau injak-injak seperti itu!”
sontak hal tersebut memecah konsentrasinya bermain dengan benda kecil yang ada
di tangannya dan pria paruh baya tadi pergi meninggalkannya. Tentu saja aku
tidak luput untuk tidak mmeperhatikan kejadian tersebut. Namun bukan ini yang
menjadi poin penting. Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara terikan yang
berasal dari sisi belakang meneriaki lak-laki yang berada di depan ku, anggap
saja pria yang berada di depan ku bernama Doni.
“Eh Doni kenapa kau tak
menegurnya balik? Lakukan saja sesuka mu! Toh kau bayar, kau bisa lakukan apa
saja! Ada yang rusak saja tidak mereka perbaiki. Dasar!”
Doni tersenyum dan
berkata “ Iya kak, dasar orang tua!”
Percakapan singkat itu
cukup membuat ku tertawa kecil. Entah apa yang mereka pikirkan. Dari sudut apa
pun aku pikirkan, aku tidak menemukan hal yang dapat membenarkan pola pikir
mereka. Apa iya di dunia ini, setelah seseorang melakukan satu kewajiban,
mereka bebas melakukan segalanya. Sederhananya, apa benar jika kita telah
membayar uang kuliah kita bebas
melakukan apa pun terhadap fasilitas kampus? Apa benar setelah membayar
uang kuliah kita berhak menuntut apa pun?Apa benar setelah kita membayar uang
kuliah kita berhak protes utuk segalanya? Apa benar setelah membayar uang
kuliah kita benar untuk segala hal dan mereka salah?
Beberapa pertanyaan itu
tiba-tiba saja hadir. Belum juga aku berhasil menemukan jawaban untuk semua
pertanyaan ku mendadak beberapa laki-laki datang. Ternyata mereka teman
laki-laki yang berteriak tadi. Laki-laki yang di depan ku juga mengenalnya.
Mereka membahas soal teguran tadi dan menarik kesimpulan bahwa Doni seharusnya
tidak mendapatkan teguran, toh dia bayar. Lagi-lagi pembelaan tersebut menjadi
alasan kuat. Keyakinan apa yang mereka percaya? Mengapa satu hal tersebut
memiliki peranana yang begitu besar. Apa benar “toh kita bayar” berarti kita
bebas melakukan apapun. Belum juga aku menemukan jawaban, meraka kemudian
bernyayi dengan volume besar, cukup mengganggu menurutku. Apa mereka tak
berpikir apa yang mereka lakukan akan mengganggu orang lain? Ataukah “Toh saya
bayar” menjadi alasan bahwa mereka bisa bernyayi sesuka hati mereka. Dari
kejadia itu aku berpikir, ternyata di dunia ini banyak orang yang berperan
layaknya Tuhan. Selalu merasa paling benar, selalu merasa paling tahu, dan
selalu merasa berhak melalakukan apapun. Di dunia ini ada begitu banyak orang
hebat. Dunia ini begitu luas. Mengapa seorang manusia bisa merasa begitu
hebatnya? Ahh lucu.
Makassar,
18 November 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar