Selasa, 09 Februari 2021

CERPEN - Jangan Kampungan

 

Jangan Kampungan

Daun-daun telah menguning. Sore kali ini begitu banyak daun yang jatuh berguguran. Terasa tenang dengan cuaca yang begitu bersahabat. Ohh iya tulisan kali bukan tulisan mengenai apapun yang berhubungan dengan daun, cuaca dan sebagainya. Hanya saja pada tulisan kali ini aku bingung membuka dengan cara seperti apa. Maka, jadilah pembuka yang seperti ini.

Perkenalkan namaku Anggita, sering di panggil Gigi. Saat ini aku tengah disibukkan dengan tulisan-tulisan ilmiah yang orang-orang sering sebut skripsi. Tulisan yang terdengar begitu horor bagi sebagian orang  tapi menurtku santai saja, cukup dijalani. Toh dunia tak akan kiamat hanya karena skripsi. Ohh iya hari ini aku akan bertemu dengan dosen pembimbing baru. Pembimbing ku sebelumnya tiba-tiba akan melanjutkan studi di luar kota. Alhasil mau tidak mau, rela tidak rela aku harus di oper ke orang lain. Kira bola kali ya.

Entah hal buruk apa yang telah ku lakukan. Pembimbing baru ku tipe orang yang sangat menyebalkan. Aku tidak tahu dia manusia jenis apa. Pagi tadi, beliau ingin bertemu pukul 07.30 (beliau yang mentukan jadwal tidak boleh di tawar, tidak ada nego) jadi mau tidak mau saya harus mengiyakan. Seperti biasa karena saya orang yang tidak bisa untuk bangun pagi, saya terlambat datang sekitar 10 menit. Ia telah memasang wajah yang  membuat ku ingin tertawa dibanding merasa takut. Wajahnya tampak cemberut mirip ikan Salmon. Kemudian aku memberanikan diri untuk menyampaikan alasan mengapa  terlambat. Lalu ia berkata,

“ Memangnya kamu tinggal dimana?, Kamu bangun pukul berapa? Apa ada yang harus kamu urus di rumah? Saya di rumah mengurus anak. Memasak, mengantar anak ke sekolah, tapi bisa datang lebih awal dari kamu.”

Mendengar hal tersebut, saya tidak membuat alasan lagi, dan langsung meminta maaf. Setelah itu saya memberanikan diri mengajukan skripsi yang telah saya buat. Teryata tidak hanya ocehannya yang begitu cepat. Gerakan tangannya juga tak kalah cepat. Hampir di setiap halaman skripsi yang saya ajukan di coret olehnya. Oh manusia jenis apa yang ku hadapi saat ini. Mengapa tiba-tiba aku ingin kembali ke rumah dan  melanjutkan tidur saja. Akhirnya ia selesai mengoceh dan mencoret semua halaman skripsi yang saya berikan. Sebelum meninggalkan ruangannya, ia kemudian berkata,

“ Lebih baik kamu tidak usah menulis skripsi dulu. Baca Jurnal yang banyak. Jangan asal menulis. Jangan asal mengutip. Cari bahan kutipan yang elegan. Jangan kampungan! Saya tunggu hasil revisinya minggu depan. Kita ketemu lagi pukul 07.30”.

Sontak hal tersebut membuat saya ingin berkta kasar, tetapi bagaimana pun  makhluk yang ada di depan ku saat ini adalah makhluk yang akan menentukan bagaimana nasib ku kedepannya. Jadi setelah mendengar apa yang ia sampaikan aku hanya tersenyum dan pamit pergi.

Bahagia, lega dan merasa  menemukan kembali  dunia yang ku jalani selama ini. Entah mengapa beberapa menit yang lalu waktu terasa begitu lama. Aku hanya 20 menit berada di ruangan tersebut, namun seperti telah berjam-jam.

Setelah dari ruangan tersebut aku kemudian memutuskan untuk duduk di taman, tak terasa sampai sore ini aku masih berada di tempat ini. Ada satu hal yang aku renungkan. Menurutku,  semua memiliki kemampuan dan kompetensi yang sama. Hanya saja, biasanya lingkungan di mana ia berada tidak mendukung berkembangnya hal tersebut. Ohh iya, aku  kuliah di Makassar. Dan saya sering mendengar bahwa kita mahasiswa yanga ada di Makassar selalu kalah jika di bandingkan dengan mahasiswa yang ada di kota Jawa. Mereka lebih berwawasan luas (katanya). Nah apa benar. Namun jika melihat beberapa fakta yang ada hal tersebut memang tidak bisa di pungkiri. Beberpa perlombaan selalu di menangkan mereka yang dari pulau Jawa.

Memang jika diperhatiakan lingkungan di sini dan sana memang jauh berbeda. Contoh sederhananya dunia Kampus. Sering kali aku mendengar cerita teman-teman yang berkuliah di Jawa, katanya mereka memiliki dosen-dosen yang keren. Wawasan mereka luar. Belum lagi kampus mereka memili perpustakaan yang terdapat banyak buku penunjang di dalamnya. Suasana yang enak untuk belajar dan beberpa fasiltas pendukung yang ada. Tentu saja hal tersebut berbeda jauh dengan apa yang aku dapatkan di sini. Bukan coba mengkritik, atau bagaimana tapi hal tersebut memang yang aku temukan. Untuk menulis skripsi saat ini saja aku sangat kesulitan menemukan refrensi. Mulai dari perputakaan fakultas, universitas, sampai di perpustakaan wilayah, buku yang disediakan sanagt minim.  Belum lagi berbicara mengenai sistem dan pelayanan. Menurutku keduanya sudah sangat ketinggalan jika di bandingkan dengan yang ada di pulau Jawa. Tidak heran banyak orang yang lebih memilih melanjutkan studi ke sana.

Nah jika hal tersebut terus terjadi dan di biarkan siapa yang harus di salahkan? Siapa yang kampungan? Mari sama-sama merenung dan mencari jawaban, bisa saja setelah menemukan jawaban tiba-tiba semua akan berubah. Semoga saja. (dwh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar